Tasyri’ Pada Masa
Khulafa’ Ar-rasyiddin
Mata Kuliah
Tarikh Tasyri’
Dosen Pengampu :
Imam Anas Muslihin,
M.HI
Disusun Oleh :
M. Zulkifli Aziz
(9
4241 3210)
JURUSAN
TARBIYAH
PRODI
GURU
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2012
TASYRI PADA
MASA KHULAFAURRASYIDIN
PENDAHULUAN
Tarikh tsyri’ merupakan ilmu
yang membahas tentang kondisi fiqih Islam pada zaman rasululllah SAW dan
seterusnya dengan menentukan fase-fase perkembangan sumber-sumber syariat dan
hukumnya, menjelaskan setiap perubahan yang terjadi berupa nash (amandemen),
takhsih (pengkhususan), dan tafrri’ (penjabaran). Ilmu tarikh tasyri’
juga mengkaji tentang kondisi para fuqaha’ (ahli fiqh) pada setiap fase,
menelaah metodologi mereka dalam menetapkan sebuah hukum serta warisan keilmuan
dan ijtihad yang terhimpun dalam fiqh Islam.1
Pada masa wafatnya Rasulullah
SAW suatu kereta pemerintahan mulai dikendalikan oleh sahabat-sahabatnya.
Sahabat adalah sebagai generasi islam pertama, yang
meneruskan ajarandan misi kerasulan.dimana ia dalam menentukah hukum islam
selalu berpegang pada
fatwa-fatwa rasul yang telah ada. Akan tetapi dari sisi itu pula sahabat menemukan yang memang dalam fatwa rasul tidak ada
mereka berupaya untuk berijtihad tetapi masih dalam takaran syariat
keislaman yang di sandarkan padaAl-Quran dan Al- Hadist.
__________
1 Khalil, Rasyad
Hasan, Dr, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2009). Hal.3
PEMBAHASAN
Tasyri’’ Pada Masa
Kulafa’ Ar- Rasyidin
A.
Kondisi
Tasyri’
Periode ini dianggap sebagai periode pertama dalam
fiqh Islam. Periode ini berawal dari wafatnya Rasulullah SAW pada tahun ke-11
Hijriah sampai akhir zaman khulafa’ ar-rasyidin pada tahun ke 40 Hijriah dengan
gaya dan corak tersendiri.
Dalam masa ini, para sahabat dengan kelebihan
intelektualitas, kedalaman tingkat pemahaman dan keluasan analisis terhadap
sasaran dan maqashid syariat dalam menghadapi masalah, mereka adalah orang yang
sangat mampu untuk menjalankan mandat fiqh ini apalagi mereka memiliki
kedudukan yang mulia dalam jiwa kaum muslimin yang belum tentu dimiliki oleh
orang – orang selain mereka seperti para tabi’in.2
Walaupun para sahabat pada masa itu memiliki
kemampuan khusus dan tingkat pemahaman istimewa dalam memahami syariat dan
meng-istinbat hukum, namun bukan berarti ini berlaku untuk semua. Akan tetapi,
mereka juga memiliki pendapat atau kemampuan tersendiri dalam hal tingkat
pemahaman, sebab mereka juga manusia biasa seperti kita yang memiliki perbedaan
dan kelebihan masing-masing.
Perbedaaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya sebagai berikut.
1. Perbedaan
tingkat pemahaman terhadap bahasa. Ada orang yang paham dengan bahasanya
sendiri, istilah-istilah asing yang ada dan cara pemakaiannya, tetapi ada juga
yang tidak bisa. Misalnya, apa yang diriwayatkan oleh Umar Bin Khattab ketika
ia membaca firman Allah dalam khutbahnya, atau Allah akan mengazab mereka
disebabkan meraka menghina (takhawwufin), kemudian Umar bertanya kepada
hadirin tentang takhawwufin, “ apa pendapat kalian tentang ayat ini dan
apa arti takhawwufin itu,?” lalu berdirilan seorang yang berusia lanjutdari
kabilah Huzai dan berkata, “ ini bahasa kami dan takhawwufin artinya menghina
(taqannush)”, Umar berkata, “apa orang arab tahu ini dalam syair mereka?” ia
menjawab, “Ya”.
____________
2
Khalil,
Rasyad Hasan, Dr, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2009). Hal.57
2. Perbedaan
dalam hal pergaulan dengan Rasulullah SAW, sebab bergaul dengan baginda
Rasulullah berpengaruh terhadap tingkat pemahaman tentang asbabunnuzul ayat dan
sunnah. Selain membuka pikiran untuk memahami makna syariat secara lebih dalam
termasuk tentang rahasianya. Maka, semakin banyak seorang sahabat bergaul
dengan Rasulullah maka semakin baik pula pemahamannya.
3. Kemampuan
dan kapasitas individu yang berbeda beda, diantaranya perbedaan dalam hal
tingkat pemahaman, hafalan, mengeluarkan hukum, dan kemampuan menerjemahkan
isyarat nash-nash syariat, diantaranya:
Ketika firman allah SWT turun: pada hari ini
telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku ridhai Islam menjadi agama bagimu. (QS. Al-Ma’idah:3), para
sahabat bergembira dan menyangka bahwa bahwa hal itu sebatas pemberitahuan
tentang kesempurnaan agama, namun Umar Bin Khattab menangis dan berkata,
“Setelah ia sempurna, pasti ada yang akan kurang.” Ia merasa Baginda Rasulullah
akan wafat. Umar benar dalam memahami hal ini, sebab 81 hari kemudian
Rasulullah SAW tutup usia.
Diantaranya Tasryri’
dimasa Pemerintahan Khulafa’ Ar-Rasyidin,:
1.
Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq 11-13
H . Usai Rasulullah wafat, hampir saja terjadi pertengkaran antara kaum
Muhajirin dan Anshar, karena merasa berhak menjadi pemimpin. Perdebatan terjadi
di Tsaqifah Bani Sa’idah selama 3 hari, jenazah Rasul pun belum sempat dikubur
saat itu, hingga masalah kepemimpinan bisa dipecahkan dengan kearifan Umar bin
Khattab yang secara demokratis memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama.
a. Pengangkatan
Abu Bakar menjadi khalifah, awal terbentuknya pemerintahan model khilafah dalam
sejarah Islam. Era Abu Bakar disibukkan dengan memerangi kaum murtad, ingkar
bayar zakat, dan Nabi palsu Musailamah al-Kazzab. Abu Bakar memerangi orang
yang enggan membayar zakat dalam perang Yamamah. Beliau berujar, “Akan aku
perangi orang yang berani memisahkan antara shalat dan zakat”. Menghimpun
ayat-ayat al-Quran yang berserakan menjadi 1 mushaf, atas usulan Umar , karena
banyak huffadz yang syahid dalam perang.
b. Masalah
hukum pada era Abu Bakar diantaranya masalah waris, ketika seorang nenek
menanyakan bagian warisnya, Abu Bakar berkata, “Engkau tidak mendapatkan
apa-apa, karena tidak aku dapatkan keterangan baik dalam al-Quran dan sunnah”.
Lalu berdirilah Mughirah bin Syu’bah memberikan kesaksian bahwa Rasulullah
pernah memberikan bagian kepada nenek sebesar 1/6 bagian, tampil sebagai
saksinya adalah Muhammad bin Maslamah.
2.
Khalifah Umar bin Khattab 13-23 H.
Umar terpilih sebagai khalifah dengan sistem formatur dan usulan dari Abu Bakar
sebelum wafat, karena beliau khawatir terjadi konflik perebutan kekuasaan. Saat
terpilih, Umar berpidato, “Saya takut kalau satu ketika saya berbuat salah,
tapi dari kalian tidak ada yg menentangku, karena hormat kalian kepadaku...
Maka, kalau saya berbuat baik, bantulah saya, tapi kalau saya berbuat jelek,
harap kalian perbaiki…”. Umar sangat terkenal dengan ijtihad individunya.
Diantara ijtihad Umar :
a. Jatuhnya
thalaq tiga sekaligus dalam satu majelis. Pada masa Rasulullah dan Abu Bakar
serta dua tahun pertama pemerintahan Umar, thalaq tiga sekaligus itu dihitung
jatuh satu kali. Umar melihat gejala lain dalam masyarakat, dimana banyak orang
menjatuhkan thalaq dan mempermainkan thalaq tiga, maka beliaupun berijtihad
bahwa thalaq tiga sekaligus itu jatuh tiga pula.
b. Masalah
harta rampasan perang. Al-Quran & sunnah menjelaskan bahwa harta ghanimah
baik yang bergerak maupun tidak bergerak dibagikan seluruhnya kepada
orang-orang yang terlibat peperangan. Pada saat Umar menaklukkan Irak dan Syam,
Umar menetapkan agar harta yang tidak bergerak, khususnya tanah pertanian tetap
berada pada tangan pemilik dan penggarapnya. Hanya saja mereka diwajibkan
membayar pajak ( kharaj ). Hal ini bertentangan dengan QS. Al-Anfal 41 dan
praktek Nabi SAW yang membagi tanah di Khaibar. Pendapat Umar ditentang oleh
sebagian sahabat, diantaranya Bilal bin Rabah, Abdurrahman bin Auf dan Zubair
bin Awwam. Alasan Umar menerapkan hal tersebut atas asas maslahat umum ,
diantaranya jika tanah dibagikan maka perlu pemeliharaan, sementara tentara
umumnya tidak mempunyai waktu tenaga dan skill untuk menggarap tanah subur tsb.
c. Mu’allaf.
Umar tidak memberikan bagian zakat muallaf, yaitu terhadap kategori orang kafir
yang diharapkan akan masuk Islam, dan orang kafir yang dikhawatirkan akan
merusak Islam. Sedangkan terhadap kategori orang Islam yang masih lemah
imannya, atau orang Islam yang mempunyai pikiran seperti orang kafir, atau
orang Islam yang tinggal di perbatasan dengan negara kafir tetap diberikan
zakat. Umar beralasan, “ sesungguhnya Allah telah menguatkan Islam dan tidak
memerlukan kalian lagi. Maka jika kalian mau masuk Islam, masuklah! Dan jika
tidak maka antara kami dan kalian adalah pedang!
d. Hukum Potong
tangan bagi pencuri. Umar tidak melaksanakan hukum potong tangan bagi pencuri
sesuai ketetapan Al-Quran والسارق والسارقة فاقطعو
أيديهما , karena situasi dan
kondisi pencurian di musim paceklik yang menyebabkan terpaksa mencuri. Sahabat
itu bernama Alamah al-Hatib bin Abi Baltaah yang mengakui telah mencuri, namun
setelah diselidiki ia mencuri karena kelaparan. Lagipula, barang yang dicuri
tidak mencapai batas nishab ¼ Dinar dan orang y ang dicuri adalah tetangganya
yang kaya raya yang tidak mendermakan hartanya kepada faqir miskin sebagaimana
semestinya . Umar berkata, tidak dipotong tangan pencuri karena izqi/nakhal
(sebiji kurma – maksudnya barang tidak berharga), juga tidak pada tahun
kelaparan ini (‘am maja’ah).
e. Perempuan
yang menikah pada waktu ‘iddah. Jika wanita sedang ‘iddah dinikahi laki-laki
sebelum ‘iddahnya berakhir dan apabila sudah berjima’, maka perkawinan itu
harus dibatalkan, kemudian wanita itu mengulang ‘iddahnya dari awal, dan
laki-laki yang menikahinya haram menikahi wanita itu untuk selamanya. Sementara
menurut Ali bin Abi Thalib dan sahabat lain, perkawinannya dibatalkan, dan si
wanita harus menyelesaikan ‘iddahnya. Setelah selesai, si laki-laki itu atau
laki-laki lain boleh menikah dengan wanita tersebut.
f.
Shalat Tarawih. Pada masa Nabi, para
sahabat melaksanakannya secara sendiri ( munfarid ), dan dilakukan 11 raka’at.
Umar lalu mengumpulkan para sahabat untuk shalat tarawih berjama’ah, dan
dilakukan sebanyak 23 raka’at.
g. Pembagian
harta gharowain, yaitu pembagian harta yang ahli warisnya terdiri dari suami
atau istri, ibu dan ayah. Menurut Ibnu Abbas, dalam dua kasus tsb ibu mendapat
1/3. Namun menurut Umar, Utsman dan Zaid bin Tsabit ibu memperoleh 1/3 dari
sisa. Peradilan sudah teratur dengan adanya penunjukan qadhi. Umar membuat
hukum acara seperti tertuang dalam Risalah Qadha’ Sumber pendapatan negara
untuk mengisi Baitul Mal pada masa Umar diperoleh dari kharaj (pajak hasil
bumi) dan jizyah (pajak perlindungan), ‘ usyur (pajak impor 10%) dan zakat.
Jelang akhir
hayatnya akibat ditikam oleh Abu Lu’luah, Umar melalui musyawarah membentuk Tim
Formatur diketuai oleh Abdurrahman bin ‘Auf bertugas memilih khalifah sesudah
Umar. Anggota tim: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqas,
Zubeir bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan menyertakan Abdullah bin Umar
(tanpa hak suara). Dasar penunjukan tim, karena mereka dinyatakan oleh Nabi SAW
termasuk orang yang mendapat kabar gembira dengan jaminan masuk surga.
3.
Khalifah Utsman bin Affan 23-35 H .
Pada masa Utsman, peradilan sudah memiliki bangunan tersendiri yang terpisah dari
masjid. Diantara hasil ijtihad Utsman bin Affan:
a. Azan Jum’at
dua kali. Pada masa Nabi, sekali azan sudah cukup untuk memberitahu orang untuk
shalat Jum’at. Namun, pada masa Utsman, umat Islam semakin banyak, wilayahnya
semakin luas, sehingga perlu azan Jum’at dua kali agar merata ke seluruh
negeri.
b. Isteri yang
diceraikan dalam kondisi suaminya sakit keras, kemudian si suami meninggal
dunia . Si isteri mendapatkan harta warisan, baik si isteri dalam masa ‘iddah
ataupun ‘iddahnya sudah berkahir. Sementara menurut Umar, si isteri mendapat
bagian harta warisan hanya dalam masa ‘iddah.
Isu sentral,
setelah 6 tahun pertama yang membuat pemerintahan goyah & guncang: Protes
kebijaksanaan & tindakan yang dinilai tidak adil Protes berhubungan dengan
pengangkatan dan pemberhentian gubernur. Masalah pengelolaan uang negara.
Fitnah orang Yahudi, Abdullah bin Saba’ & komplotannya yang
menjelek-jelekkan Utsman dan memuji Ali di daerah penduduk selain Hijaz: Kufah,
Bashrah, Mesir, Fusthat. Pemberontakan ribuan orang Kufah, Bashrah, Mesir
mengepung rumah Khalifah Utsman dan berhasil membunuh Utsman ketika sedang baca
al-Quran.
4.
Khalifah Ali bin Abi Thalib 35-40 H.
Dibai’at ditengah-tengah suasana berkabung atas kematian Utsman. Mu’awiyah
tidak membai’at Ali sebagai khalifah. Tidak dibai’at secara aklamasi, karena:
Banyak sahabat senior tidak berada di Madinah. Wilayah Islam sudah meluas.
Sikap Politis Memberhentikan semua gubernur yang diangkat oleh Utsman
Tanah-tanah yang dibagikan di zaman Utsman kepada keluarganya ditarik kembali.
Diantara hasil ijtihad Ali bin Abi Thalib:
a. ‘ Iddah
perempuan hamil yang ditinggal mati suaminya adalah diambil waktu yang paling
panjang antara 4 bulan 10 hari atau sampai melahirkan, sedangkan menurut Umar
‘iddahnya sampai melahirkan.
b. Masalah
siksa dera bagi pemabuk . Di dalam hadis ditegaskan bahwa hukuman bagi peminum
khamar adalah 40 kali cambukan. Namun Ali menerapkannya dua kali lebih berat
menjadi 80 kali cambukan, dengan alasan umat Islam belum jera dengan 40 kali
cambukan.
Dalam masa
pemerintahan Ali, pengawasan ketat dilakukan terhadap pejabat pemerintahan.
Menimbulkan lahirnya Oposisi Aisyah, Thalhah dan Zubeir sebagai kekuatan di
Bashrah menuntut kematian Utsman (terjadi Perang Jamal). Mu’awiyah bin Abi
Sufyan diberhentikan dari jabatan (terjadi Perang Shiffin yang diakhiri dengan
tahkim/arbitrase).
Di akhir
hidupnya, Ali dibunuh oleh seorang Khawarij yang bernama Abdul Rahman bin
Muljam saat akan melaksanakan shalat subuh.3
B.
Sumber
– Sumber Tasryi’
Sahabat
Rasulullah SAW merupakan orang yang pertama kali memikul beban setelah
rasulullah tiada untuk menjelaskan tentang syariat Islam dan mengaplikasikannya
terhadap segala permasalahan yang muncul. Diantara permasalahan yang muncul ada
yang sudah disebutkan Nash-nya dan ada yang belum. Oleh karena itu, para
sahabat dituntut untuk mengeluarkan hukum dengan metode yang jelas sesuai
petunjuk Rasulullah.
Diantaranya
sumber pensyariatan ( Undang-undang) pada masa khulafa’ Ar-Rasyidin adalah :
a. Al
Qur’an,
b. As-Sunnah,
c. Ijma’,
dan
d. Logika
(ra’yi).4
_____________
3 http://www.slideshare.net/lukmanul/tasyri-masa-sahabat
4 Khalil, Rasyad Hasan, Dr, Tarikh
Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2009), hal.62
Jika
timbul suatu peristiwa baru atau terjadi persengketaan, maka para ahli fatwa
dari para sahabat melihat hukumnya dari Kitabullah. Bila para sahabat menemukan
nashnya dalam Kitabullah, maka wajib dilaksanakan. Jika mereka tidak
menemukannya di Kitabullah tetapi di As-Sunnah, maka nash dan hukum dalam
As-Sunnah yang dilaksanakan. Bila tidak ditemukan di keduanya, maka para
sahabat berijtihad untuk mengetahui hukumnya dan juga beristimbath dengan
mengqiyashkan kepada sesuatu yang ditetapkan oleh ruh tasyi’ dan kemaslahatan
umat.5
C.
Karakteristik
Tasyri’
Tasyri’ pada masa Khulafa’ ar-rasyidin memiliki
karakteristik dan keistimewaan sebagai berikut :
·
Fiqh pada zaman
ini sangat sejalan dan serasi dengan segala permasalahan yang muncul, tidak
hanya terbatas pada apa yang pernah terjadi pada masa kerasulan. Slain itu juga
yang memegang kendali fatwa dan qadha’ dalam berbagai
permasalahan dalah khalifah.
·
Al Qur’an telah
dibukukan dan mushaf disentralisasikan yang dengan itu muslimin terhindar dari
pertikaian tentang sumber utama syariat Islam.
·
Hadits belum
diriwayatkan seperti zaman sekarang, kecuali jika ada keperluan mendesakseperti
ingin mengetahui tentang hukum suatu masalah. Sunnah pada zaman ini masih
murni, belum terkontaminasi kebohongan atau penyimpangan.
·
Muncul satu
sumber baru bagi perundang-undangan Islam, yaitu Ijma’ dan itu sering terjadi
karena memang mudah untuk dilakukan.
·
Pada zaman ini
terjadi banyak ijtihad yang berlandaskan pada pemahaman tentang illat hukum
baik ada atau tidaknya. Hal tersebut sudah tentu berpengaruh dimana sebagian
hukum yang pernah diamalkan pada masa Rasulullah tidak dipergunakan lagi pada
masa ini, seperti kesepakatan menggugurkan hak seorang muallaf dari zakat pada
masa Abu bakar.
·
Para sahabat
hanya mewariskan fatwa dan hukum yang tersimpan dalam dada para sahabat dan
disampaikan kepada kita dengan cara periwayatan.
·
Kelonggaran
dalam memakai pendapat pribadi yang dimotori oleh Umar Bin Khattab, dan Ali Bin
Abi Thalib.6
___________
5Khallaf,
Abdul Wahhab, Sejarah Hukum Islam, (Bandung: Penerbit Marja, 2005),hal.34
6Khalil,
Rasyad Hasan, Dr, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2009),hal.75-77
Daftar Pustaka
Khalil, Rasyad Hasan,
Dr, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2009)
Khallaf, Abdul Wahhab, Sejarah
Hukum Islam, (Bandung: Penerbit Marja, 2005)
http://www.slideshare.net/lukmanul/tasyri-masa-sahabat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar